26.9.05

tabi'at

kesedihan itu kembali menghujani hati kami,
betapa tidak
berita itu datang saat muhasabah kembali digelar dipelataran jiwa
menghadap kearah yang betul lalu tersibaklah cahaya

mengantar beberapa pesan kepada fikir ini
kepada ummat islam yang belum pernah mendengar kalimat da'wah dari lidah ini,
ana mohon maaf,,
kepada ikhwah yang belum merasakan beramal dalam jama'ah ini,
ana mohon maaf,,
kepada perubahan yang tak tersentuh sedikitpun oleh jihad ini,
ana mohon maaf,,

terutama kepada antum ana meminta maaf,
mungkin hilangnya akar keimanan dari seorang penzina itu datang dari kami,
sungguh Allah maha tahu setelah berita ini sampai

hingga saat ini kami benar-benar tahu bahwa kaki ini pincang
tak satupun langkah terayun beruntun menyongsong kemenangan
sekarang kami hanya merangkak,
memohon belas kasih pada Allah agar kembali diberi kesempurnaan iman

dan baru sampai disini amal ini berjalan,
walau perjalanan masih sangat panjang....
sulit bagi kami untuk terus berjalan, lelah, berat, hadir dijiwa ini kesan bangga
tapi hanya disana.

apakah ini tabi'at kami sesungguhnya wahai jiwa?
benarkah?

24.9.05

an ak ku

sesaat seorang lelaki tua itu berdiri sembari menatap warna langit siang yang tak kunjung berubah
menanti harap seorang hamba bawa berita tentang anaknya,
kembali ia menatap dan bertanya pada awan,
"tidakkah kau lihat anakku berlalu dihadapanmu?"
dan tak akan pernah setiap orang tahu, kemana anak itu pergi.

awan itupun perlahan pergi meninggalkan tetes air mata dipipi tua sang lelaki.
kapan lagi ia akan berharap pada siang jika sore menjelang?
masih adakah hari esok?
sang lelakipun bergi dan berharap pada malam, tanpa menunggu esok pagi kembali,

mungkin ia tahu besok akan menyusul anak kesayangannya.
hanya berbekal kesedihan iapun pergi.
anakku tak akan kembali, ia pergi menjemput janji.

bambang 240905

13.9.05

wajah baru

masa lalu terhapus dengan bilangan-bilangan baru
mengganti yang lama dengan keadaan berbeda
terasa hambar da'wah ini serasa melambai lambat laun kembali ke jalanan
sedikit menyimpang mengharap haru dunia menguji sabar didada

sesaat wajah-wajah mati itu menatap dan berharap
tolonglah kami dari kematian jiwa,
dan tak seorangpun menjawab selain angin yang berhembus dikulit dekilnya

tapi mereka tak jua mengerti, seandainya jawaban itu ada saat angin kehidupan itu datang
niscaya mereka tidak akan sangup untuk memahami
bahwa mereka mati tersesat.

wajah baru, sang wajah mati

bambang, 13-09-05