6.10.05

Dari kami

sibak lagi perangai hati
makin pekat saja
seakan jauh dari teduh
wajahpun kembali muram
bayang diri kian tak berbentuk

tiap gerak kian tak punya arti
hanya rindu kami yang tersisa
sisanya terkikis waktu
ya, saat air mata ini jatuh kebumi
mulailah basah jiwa kotor ini
sel-sel, darah, daging, tulang
jiwa...

akhirnya ketemu
dari sisa-sisa hidup kami
yang kering bahkan hampir mati
salam buat Rasul kami tercinta
salam kami yang tak pernah sampai

biarpun luka ini kian parah
jangan salah lagi
biar ada buat kami nafas untuk bersandar
nafas-nafas tasbih, detak-detak iman

ingatan yang terpeliara
akan apapun,
jauh sebelum ini
ataupun sesudahnya
kamipun tahu ujungnya

aku ikut
dengan(mu) saja wahai kasih
salam dari kami
dari meja aqidah tempat kami bekerja

abi 6/10/05

4.10.05

awal hari

saat sore datang diiringi adzan maghrib
tersebutlah satu perubahan
taqdirpun mengiringi saat-saat baru mengantar jiwa menuju petunjuk baru

datang setelah itu gelap beriring rahmat Allah.
tetapi seolah tak ada petunjuk apapun
hanya gelap saja dan tak ada sama sekali cinta diantaranya

cinta kami saat-saat berdiri didepan mihrab
cinta kami diantara takbir setelah sujud
cinta yang mengikis hati kami dari kejauhan menuju tempat suci nun jauh disana
tempat terrindu setelah ini
tempat kami akan kembali setelah ini,
setelah sore hari ini.

26.9.05

tabi'at

kesedihan itu kembali menghujani hati kami,
betapa tidak
berita itu datang saat muhasabah kembali digelar dipelataran jiwa
menghadap kearah yang betul lalu tersibaklah cahaya

mengantar beberapa pesan kepada fikir ini
kepada ummat islam yang belum pernah mendengar kalimat da'wah dari lidah ini,
ana mohon maaf,,
kepada ikhwah yang belum merasakan beramal dalam jama'ah ini,
ana mohon maaf,,
kepada perubahan yang tak tersentuh sedikitpun oleh jihad ini,
ana mohon maaf,,

terutama kepada antum ana meminta maaf,
mungkin hilangnya akar keimanan dari seorang penzina itu datang dari kami,
sungguh Allah maha tahu setelah berita ini sampai

hingga saat ini kami benar-benar tahu bahwa kaki ini pincang
tak satupun langkah terayun beruntun menyongsong kemenangan
sekarang kami hanya merangkak,
memohon belas kasih pada Allah agar kembali diberi kesempurnaan iman

dan baru sampai disini amal ini berjalan,
walau perjalanan masih sangat panjang....
sulit bagi kami untuk terus berjalan, lelah, berat, hadir dijiwa ini kesan bangga
tapi hanya disana.

apakah ini tabi'at kami sesungguhnya wahai jiwa?
benarkah?

24.9.05

an ak ku

sesaat seorang lelaki tua itu berdiri sembari menatap warna langit siang yang tak kunjung berubah
menanti harap seorang hamba bawa berita tentang anaknya,
kembali ia menatap dan bertanya pada awan,
"tidakkah kau lihat anakku berlalu dihadapanmu?"
dan tak akan pernah setiap orang tahu, kemana anak itu pergi.

awan itupun perlahan pergi meninggalkan tetes air mata dipipi tua sang lelaki.
kapan lagi ia akan berharap pada siang jika sore menjelang?
masih adakah hari esok?
sang lelakipun bergi dan berharap pada malam, tanpa menunggu esok pagi kembali,

mungkin ia tahu besok akan menyusul anak kesayangannya.
hanya berbekal kesedihan iapun pergi.
anakku tak akan kembali, ia pergi menjemput janji.

bambang 240905

13.9.05

wajah baru

masa lalu terhapus dengan bilangan-bilangan baru
mengganti yang lama dengan keadaan berbeda
terasa hambar da'wah ini serasa melambai lambat laun kembali ke jalanan
sedikit menyimpang mengharap haru dunia menguji sabar didada

sesaat wajah-wajah mati itu menatap dan berharap
tolonglah kami dari kematian jiwa,
dan tak seorangpun menjawab selain angin yang berhembus dikulit dekilnya

tapi mereka tak jua mengerti, seandainya jawaban itu ada saat angin kehidupan itu datang
niscaya mereka tidak akan sangup untuk memahami
bahwa mereka mati tersesat.

wajah baru, sang wajah mati

bambang, 13-09-05